Friday, September 11, 2015

Sejarah Angkringan: Wajib Tahu


2643779377 a0674440ce
Buat kamu yang pernah ke Jogja tentu tidak asing dengan yang namanya angkringan. Warung khas Jogja yang terkenal dengan nasi kucingnya ini dengan mudah dapat kita temukan di setiap sudut kota Jogja. Kurang afdol rasanya kalau kita ke Jogja belum nyicipan makan di angkringan sambil nongkrong bareng teman-teman.

Menu andalannya adalah nasi yang dibungkus oleh koran sebesar kepalan tangan yang isinya bisa oseng-oseng tempe atau sambal teri. Tersedia juga menu pelengkap lainnya seperti aneka gorengan, sate usus, sate telur puyuh, kepala ayam, ati ampela, dan yang paling saya sukain adalah sate keongnya. Untuk minumannya juga tergolong lengkap, ada es teh manis, teh manis anget, susu, kopi, dan yang paling maknyos menurut saya adalah susu jahe. Tenang masalah harga sangat merakyat kok.



Biasa warung ini buka mulai sore sampai tengah malam, tapi sekarang ada juga yang buka siang hari. Di daerah Bantul biasanya kita akan dengan mudah menemukan warung angkringan yang buka siang hari.

Pengunjungnya pun beragam, pria maupun wanita, dari anak-anak sampai dewasa, buruh pabrik maupun pegawai kantoran, mahasiswa, bahkan para eksekutif juga tidak sungkan untuk nongkrong di angkringan. Artinya angkringan adalah untuk semua kalangan.

Kalau kamu sering ke angkringan lalu tahukah kamu mengenai asal usulnya angkringan?

Angkringan pertama kali dipopulerkan oleh seorang pendatang dari Cawas, Kleten yang merantau ke Jogja bernama Mbah Pairo tahun 1950. Mbah Pairo mulai berjualan di kawasan Stasiun Tugu. Waktu itu belum pake gerobak seperti sekarang ini, Mbah Pairo menjajakan dagangannya masih dipikul.

Nama angkringan sendiri diambil dari bahasa Jawa -nangkring, yaitu duduk-duduk santai sambil mengangkrat satu kaki ke kursi. Karena memang dalam perkembangannya angkringan yang dipopulerkan Mbah Pairo tidak lagi dipikul, tapi pake gerobak. Pengunjung disediakan kursi yang biasanya kapasitasnya hanya muat untuk 8 orang.
Angkringan sendiri adalah bentuk perlawanan terhadap kemiskinan. Saat kantong kita lagi tipis, kita tidak perlu khawatir kelaparan, karena angkringan bisa jadi solusinya. Sedangkan pada awal beririnya tahun 1950, seperti yang kita tahu tahun itu Indonesia tidak seperti sekarang, waktu itu makan nasi adalah sesuatu hal yang mewah, yang hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Dengan adanya angkringan ini masyarakat bawah bisa menikmati nasi dengan harga yang terjangkau, walau dengan porsi yang kecil.

Pada perkembangannya sekarang angkringan tidak hanya ada di Jogja, angkringan sudah menyebar ke daerah-daerah lain.

Itulah sejarahnya warung angkringan semoga dapat menambah wawasan para penbaca sekalian, dan terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Salam

No comments:

Post a Comment